fbpx

Berbagi Cerita: Founder Mushome Widya Putra Mengikuti Kegiatan YEA

Berbagi Cerita: Founder Mushome Widya Putra Mengikuti Kegiatan YEA

Pada tanggal 11 sampai  13 Mei 2018 kemarin, salah satu founder Mushome, Widya Putra Berkesempatan mengikuti Kegiatan Etrepreneur Camp (ECamp) batch 140 yang diselenggarakan oleh Young Entrepreneur Academy (YEA) di Bandung. ECamp kali ini diikuti 30 orang peserta dari daerah-daerah di Indonesia, ada peserta yang datang dari Bali, Banjarmasin hingga Padang.

Di hari pertama, acara baru dimulai selepas waktu ashar dengan penyampaian tata tertib selama program ECamp berlangsung dan acara ramah tamah. Program ECamp yang sesungguhnya baru  dimulai pada jam setengah tujuh malam. diawali dengan simulasi menjawab dua pertanyaan, yaitu “Demi siapa saya ingi  sukses?” dan ” Apa yang membuat saya belum sukses?”. Pada sesi simulasi ini, masing-masing peserta diberi waktu menjadi penanya dan penjawab satu sama lain, dan simulasi ini terus dilakukan berulang-ulang hingga jawaban yang saya berikan membekas dalam di hati saya. Sangat membekas dan menguatkan keyakinan saya untuk terus maju menggapai mimpi menjasi entrepreneur yang sukses. Dari keyakinan inilah, setiap entrepreneur harus memulai langkah mereka.

Hari kedua ECamp adalah hari yang aka saya ingat selalu. Begitu banyak pelajaran yang bisa saya ambil pada program hari itu. Hari dimulai dengan olah raga pagi, kemudian kami dibagi menjadi 10 tim beranggotakan 3 orang. Saya berkenalan dengan Varo, pemilik usaha bangunan dari Bali; dan Nur Ahmad, siswa pesantren yang ingin menapaki jalan seorang muslimpreneur sejati. Kami bertiga, bersama sisa peserta yang lain kemudian diantar ke alun-alun kota Cimahi untuk mempraktekan langsung “The Power of Kepepet”. Di sini kami diminta untuk dapat mengumpulkan uang minimal satu juta rupiah dan 50 kartu nama. Semua itu harus kami bertiga lakukan tanpa uang sepeserpun  dan alat komunikasi. Kami juga harus bisa kembali ke Bandung dengan usaha kami sendiri sebelum jam 4 sore.

Disinilah keseruannya dimulai. Setelah berembuk sejenak, kami memutuskan untuk mendapatkan uang dengan cara berjualan pakaian. Namun alih-alih mendatangi penjual pakaian untuk membantu mereka menjual dagangan, kami berinisiatif untuk mengirim pakaian dari Bandung ke Bali, kampung halaman Varo. Namun bagaimana kami bisa mengontak rekan Varo saat kami tidak diperkenankan membawa handphone? Kami akhirnya pura-pura kecopetan dan minta tolong ke salah satu cabang minimarket untuk meminjam telepon. Kebetulan, pakaian yang kami kenakan cukup mentereng untuk mendukung cerita “bohong” kami jadi korban pencopetan.

Varo lalu menelopon kawan-kawannya dan cerita kalau dia ketemu baju bagus di Bandung, tapi waktu dia mau beli, dia baru sadar kalau dompet dan hpnya hilang. Setelah meyakinkan kawannya untuk mentransfer uang 2 juta rupiah dan menjanjikan untuk membelikan baju yang bagus tadi. Varo minta untuk ditransfer lewat minimarket tadi, karena ternyata minimarket tersebut melayani jasa transfer uang bagi orang-orang yang tidak punya rekening bank. Hal yang saya tidak tahu sampai sekarang.

Setelah kami mengantongi uang yang lebih dari cukup ini, kam lalu masuk ke toko-toko untuk mengumpulkan kartu nama. Kami mengatakan bahwa kami adalah karyawan perusahaan yang sedang mencari supplier dan ingin mensurvey toko-toko di sekitaran pusat kota Cimahi. Setelah berjam-jam mengitari pusat kota, akhirnya target 50 kartu nama berhasil kami lampaui dengan bonus 1 kartu nama tambahan. sekembalinya kami ke hotel tempat program ECamp, ternyata, kami adalah kelompok dengan kinerja terbaik karena berhasil membawa pulang uang 2 juta rupiah dan 51 kartu nama. Dengan wajah penuh senyum kami menerima ucapan selamat dari panitia dan peserta lainnya.

Saya menyadari bahwa simulasi hari kedua ini adalah realita kehidupan entrepreneur. Ada banyak masalah yang harus ditemukan solusinya dengan cepat, kalau terlambat sedikit saja, bisa berakibat fatal bagi bisnis. Saya juga harus mau mendengarkan dan bisa menjalin kerjasama dengan anggota tim untuk dapat mengatasi masalah yang ada. Karena 2 kepala itu lebih baik dari 1 kepala. Disini saya belajar bagaimana membangun kepercayaan antar anggota tim.

Hari yang menakjubkan itu belum selesai. Malamnya, masih ada sesi berjalan diatas arang yang terbakar. Bagi kebanyakan orang, api adalah hal yang harus diperlakukan dengan penuh kehati-hatian atau malah dihindari sepenuhnya. Kenyataanya, api yang membakar arang itu tidak terasa panas jika kita melewatinya dengan cepat. Justru, kalau kita berhenti, api akan punya cukup waktu untuk membakar kaki kita. Arang terbakar ini diibaratkan sebagai tantangan yang harus dilewati seorang entepreneur untuk tumbuh lebih baik lagi. Jika menghindar atau menyerah, kita tidak akan bisa tumbuh menjadi pribadi yang sukses.

Setelah membentuk keyakinan di hari pertama dan belajar menghadapi tantangan dan masalah di hari kedua. Hari terakhir diisi permainan mirip monopoli, kami dipecah lagi berkelompok kecil dan memilih usaha apa yang ingin dijalankan. Saya menyarankan untuk membangun usaha kripik, karena saya sedang merintis usaha ripik jamur bersama cofounder Mushome yang lain. Setelah sepakat memulai usaha kripik, kami bermain dan mencari peluang sebanyak-banyaknya mengikuti arahan game master. Selang lama kemudian, kelompok saya berhasil mengumpulkan keutungan hingga 50 juta rupiah perbulan. Game master rupanya berkehendak lain, muncul musibah yang membuat tempat usaha kami hancur dan uang kami ludes terbakar. Tidak ada satu pun diantara kami yang berpikir untuk menyisihkan sebagian keuntungan untuk ditabung dan terus agresif mengembangkan bisnis. Banyak tim yang akhirnya harus bangkrut karena tidak bisa melanjutkan usaha mereka.

Hal yang harus kami ingat selalu adalah, kehidupan ini tidak bisa ditebak dan dapat berubah 180 derajat dalam hitungan detik. Setiap entrepreneur harus bisa memprediksi atau setidaknya mengantisipasi hal-hal diluar keinginan kita dapat terjadi sewaktu-waktu. Perlu cadangan ide dan tentunya cadangan uang yang cukup untuk melanjutkan hidup sebagai entrepreneur yang berhasil mengalahkan semua hambatan yang membentang di depan.

Secara pribadi, banyak hal yang saya pelajari dalam 3 hari yang singkat ini. Sekedar ikut seminar, mendengarkan kisah orang sukses, dan mengagumi mereka saja tidak cukup. Untuk orang yang berasal dari keluarga non entrepreneur, pelatihan dan program seperti ECamp adalah sekolah yang bisa memberikan secuil pengalaman tentang bagaimana entrepreneu harus bersikap. Sebelum terjun langsung tanpa pengalaman sama sekali, kita bisa mempersiapkan diri lebih baik dari jika kita hanya membaca buku, mendengarkan kisah-kisah jatuh bangun para entreneur sukses dan hal-hal yang tidak bisa kita rasakan secara langsung.

Saya berpesan pada mereka yang tidak punya latar belakang entrereneur, ikutilah prpgram-program seperti ECamp dari YEA. Program tersebut bukanlah ajang buang-buang uang, tetapi sebuah investasi berharga yang dapat kita jadikan sebagai sarana kita belajar menjadi sosok entrepreneur yang sesungguhnya. Semua itu akan kembali ke diri kita masing-masing apakah ingin sukses atau tidak. KIta yang tentukan nasib kita, bukan orang lain.

Widya Putra, 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »